Sabtu, 12 Desember 2015

EVALUASI PENYIMPANAN OBAT DI DINAS KESEHATAN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Obat merupakan komponen penting dari suatu pelayanan kesehatan, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan yang benar, efektif dan efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat merupakan kegiatan yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penggunaan obat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia. Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu baik, tersebar merata, dengan jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan dasar (Anonim, 2001).
Menurut UU No.32/2004 sebelum otonomi daerah, fungsi pengelolaan obat di seluruh Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) yang bertanggung jawab sepenuhnya atas kebutuhan obat ditingkat Kabupaten/Kota. Pengadaan obat dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kesehatan, sedangkan setelah desentralisasi pengadaan obat dilakukan oleh daerah masing-masing yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 
Kegiatan pengelolaan obat adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan serta pelaporan. Apabila obat-obatan tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan berbagai kerugian, baik dalam medis maupun ekonomis.  Oleh karena itu pengelolaan obat harus dilakukan dengan benar. Salah satu faktor yang mendukung tujuan dari pengelolaan obat adalah penyimpanan (Athijah, 2011).   
Penyimpanan obat bertujuan untuk menjamin mutu obat, menghindari dari kehilangan dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Oleh karena itu penyimpanan obat harus dilakukan dengan tepat dan baik sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Berdasarkan profil Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2012 diketahui bahwa penyimpanan obat di beberapa Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota masih belum baik, dimana hanya 307 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki lemari narkotik, 210 Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang memiliki lemari vaksin, 365  Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (Anonim, 2013).




A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah Penyimpanan Obat Di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan ?”.

B.     Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
Mengevaluasi penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan.
2.      Tujuan khusus
a.       Mengetahui pengaturan tata ruang di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan .
b.      Mengetahui penyusunan stok obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan .
c.       Mengetahui pencatatan stok obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan .
d.      Mengetahui pengamatan mutu obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan .



  

C.    Manfaat Penelitian

1.      Bagi pemerintah
Sebagai sumber informasi dalam penentuan kebijakan dan perbaikan pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan.
2.      Bagi Instansi
Menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam penyimpanan obat agar mutu obat tetap terjaga dan mengurangi kerugian akibat kerusakan obat.
3.      Bagi peneliti
                     Sebagai wacana untuk menambah pengetahuan tentang pengelolaan obat terutama  dalam penyimpanan obat di gudang farmasi. 



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Teori Masalah
1.      Obat
      Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Syamsuni, 2005).
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Anonim, 2011).
Menurut Syamsuni (2005) selain pengertian obat secara umum ada juga pengertian obat secara khusus. Berikut ini pengertian obat secara khusus:
a.       Obat baru adalah obat yang berisi zat (berkhasiat/tidak berkhasiat), seperti pembantu, pelarut, pengisi, lapisan atau komponen lain yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.
b.      Obat esensial adalah obat yang palig banyak dibutuhkan untuk layanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI.
c.       Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Formularium Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
d.      Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk salep, cairan, suppositoria, kapsul, pil, tablet, serbuk atau bentuk lainnya yang secara teknis sesuai dengan FI atau buku resmi lainnya yang ditetapkan pemerintah.
e.       Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang terdiri atas nama pembuat yang telah diberi kuasa dan obat itu dijual dalam kemasan asli dari perusahaan yang memproduksinya.
f.       Obat tradisional adalah obat yang didapat dari bahan alam, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.
g.      Obat asli adalah obat yang diperoleh langsung dari bahan- bahan alamiah, diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.



Obat biasanya juga dibedakan berdasarkan penggolongan, rute pemberian dan bentuk sediaan.
a.       Berdasarkan penggolongan
1)      Obat Bebas adalah golongan obat yang paling aman dan dapat diperoleh tanpa resep dokter. Obat Bebas dalam kemasan ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya seperti Parasetamol, Vitamin-C, dan Obat Batuk Hitam (OBH).
2)      Obat Bebas Terbatas adalah obat yang juga tergolong aman selama pemakaiannya mengikuti aturan. Obat Bebas Terbatas dalam kemasan ditandai dengan lingkaran berwarna biru. Contohnya obat flu kombinasi (tablet), CTM, dan mebendazol.
3)      Obat Keras adalah obat yang memiliki efek berbahaya jika pemakaiannya tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya di tandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah Amoksilin, Asam mefenamat, dan semua obat dalam bentuk injeksi.
4)      Psikotropika adalah golongan obat keras tetapi bedanya dapat mempengaruhi psikis. Psikotropika di bagi menjadi:
a)      Golongan I digunakan untuk ilmu pegetahuan. Contohnya : Metilen Dioksi Metamfetamin
b)      Golongan II, III, IV dapat digunakan sebagai pengobatan asalkan sudah didaftarkan. Namu kenyataannya saat ini hanya sebagian dari Golongan IV saja yang terdaftar dan digunakan seperti Diazepam, Fenobarbital dan Lorazepam.
5)      Narkotika merupakan kelompok paling berbahaya karena dapat menimbulkan adiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Karena berbahaya dalam peredaran, produksi dan pemakaiannya diawasi secara ketat.
b.      Berdasarkan Rute Pemberian
1)   Obat Luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui pencernaan (mulut). Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion, tetes hidung, tetes telinga dan krim.
2)   Obat Dalam adalah obat yang penggunaannya melalui mulut. Contohnya adalah obat-obatan yang berbentuk tablet, kapsul, dan sirup.
c.       Berdasarkan bentuk sediaan
1)      Padat meliputi serbuk, tablet, kapsul, pil dan implan
2)      Semi padat meliputi suppositoria, ovula, krim, pasta, salep dan gel.
3)      Cair meliputi sirup, larutan, suspensi, linimen, lotion, emulsi, infus, collutoria, gargarisma dan injeksi (Anonim, 2007).
2.      Pengelolaan
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek :
a.       Perencanaan
Perencanaan adalah kegiatan seleksi obat untuk menentukan jenis dan jumlah obat untuk pemenuhan kebutuhan. Dalam merencanakan kebutuhan obat diperlukan data yang akurat agar tujuan perencanaan dapat tercapai. Tujuan perencanaan antara lain :
1)      Mendapat perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan.
2)      Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3)      Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Metode perencanaan :
1)      Metode konsumsi yaitu perencanaan obat yang didasarkan atas analisis konsumsi obat tahun sebelumnya.
2)      Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan lead time (Anonim, 2007).

b.      Pengadaan
Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan dan dapat diperoleh saat diperlukan (Anonim, 2012).
Metode pengadaan obat :
1)        Tender terbuka (pelelangan umum)
2)        Tender terbatas atau lelang tertutup (pelelangan terbatas)
3)        Pembelian dengan negosiasi dan kontrak kerja (pembelian dengan tawar menawar)
4)        Pengadaan langsung (Maimun, 2008)
c.       Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan kesehatan (Anonim, 2010).
Metode penyimpanan obat :
1)        Kelas terapi (farmakologi)
2)        Bentuk sediaan obat
3)        Alfabetis berdasarkan nama generiknya (Anonim, 2008).


d.      Pendistribusian
Distribusian adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Tujuan distribusi :
1.      Terlaksananya distribusi obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh saat dibutuhkan.
2.      Terjamin kecukupan persediaan obat di unit pelayanan kesehatan.
Kegiatan distribusi obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terdiri dari :
1)      Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan.
2)      Kegiatan distibusi khusus yang mencakup distribusi obat program dan obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) diluar jadwal distribusi rutin (Anonim, 2007).
e.       Pelayanan
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1)      Pengkajian Resep
2)      Dispensing
3)      Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4)      Konseling
5)      Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
6)      Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7)      Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Anonim, 2014)
Obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata laksana) dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien (Syair, 2008).

Tujuan utama pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten atau Kota adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan di unit pelayanan kesehatan (Anonim, 2003).
3.      Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan  yang memadai (Anonim, 2013).
a.       Tujuan penyimpanan obat adalah untuk :
1)   Memelihara mutu obat.
2)   Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
3)   Menjaga kelangsungan persediaan.
4)   Mempermudah pencarian dan pengawasan (Anonim, 2013).
b.    Kegiatan Penyimpanan
Kegiatan penyimpanan obat meliputi :
1)      Pengaturan tata ruang
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut :
 a) Kemudahan bergerak
1)   Gudang menggunakan sistem satu lantai jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.
2)   Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem :
a.    Arus garis lurus
b.    Arus U
c.    Arus L (Anonim, 2007)
b)   Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruang gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan stabilitas obat sekaligus bermanfaat dalam memperbaiki kondisi kerja petugas. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin/ ventilator/rotator. Perlu adanya pengukur suhu dalam ruangan  penyimpanan obat dan dilakukan pencatatan suhu (Anonim, 2007).
c)    Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan pemindahan obat.
Penggunaan pallet memberikan keuntungan :
a)    Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir dan serangga (rayap).
b)   Melindungi sediaan dari kelembaban.
c)    Memudahkan penanganan stok.
d)   Dapat menampung obat lebih banyak.
e)    Pallet lebih murah daripada rak (Anonim, 2007).
d)   Kondisi penyimpanan khusus
1)        Vaksin dan serum memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik.
2)      Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
3)      Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol, eter dan pestisida harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk (Anonim, 2007).


e)    Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahaan yang mudah terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak.
2)      Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a)    Gunakan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umurnya relatif lebih tua dan masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal.
b)   Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur.
c)    Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika.
d)   Simpan obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur udara, cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
e)    Simpan obat dalam rak dan berikan nomer kode, pisahkan obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
f)    Cantumkan nama masing- masing obat pada rak dengan rapi.
g)   Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box masing-masing, ambil seperlunya.
h)   Item obat yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun dari sumber anggaran yang berbeda (Anonim, 2007).
3)      Pencatatan stok obat
Kegiatan yang harus dilakukan adalah :
a)      Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat yang bersangkutan.
b)      Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari.
c)      Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok.
d)     Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan (Anonim, 2007).


4)      Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan karena faktor fisika maupun kimia. Perubahan mutu obat dapat diamati secara visual. Jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara fisik, harus dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium.
Berikut beberapa tanda perubahan mutu pada tiap sediaan obat:
Tabel 2.1 Tanda-Tanda Perubahan Mutu Sediaan
Sediaan
Tanda-tanda perubahan mutu
Tablet
1.      Terjadi perubahan warna, bau dan rasa.
2.      Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, pecah, retak, jadi bubuk dan lembab.
3.      Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.
Tablet salut
1.      Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
2.      Basah dan lengket satu dengan yang lainnya.
3.      Kaleng atau botol rusak, sehingga menimbulkan kelainan fisik.
Kapsul
1.      Perubahan warna isi kapsul.
2.      Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan yang lainnya.
Cairan
1.      Menjadi keruh atau timbul endapan.
2.      Konsistensi berubah.
3.      Warna atau rasa berubah.
4.      Botol-botol plastik rusak atau bocor.
Salep
1.      Warna dan bau berubah.
2.      Pot atau tube bocor.
Injeksi
1.      Kebocoran wadah (vial, ampul).
2.      Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi.
3.      Terdapat endapan pada larutan injeksi.
4.      Warna larutan berubah
(Anonim, 2007)